:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
YUSUF S NUGROHO: Cerpen Kesedihan

Senin, 10 November 2014

Cerpen Kesedihan



Kesedihan dan Keberhasilan Seorang Pemulung Kecil

Jakarta, kota yang cukup sempit, bukan hanya di pinggiran, di daerah perkotaan juga selalu ada masalah, macet, banjir, udara panas, itu semua memang hiasan dalam kota ini. Yogi, itulah nama yang diberikan oleh orang tuaku, kehidupanku bisa dikatakan cukup sederhana, tinggal di pinggiran sungai kota Jakarta, yang selalu memandang kekotoran dan kumuhnya air mengalir. Saat ini aku bersekolh di salah satu sekolah negeri di Jakarta, hal yang selalu aku sukuri adalah ketika aku dan keluargaku selalu diberi kemudahan dalam hidup, meskipun dengan keterbatasan yang ada. Aku anak ke pertama dari 2 bersaudara, meskipun umurku masih sedikit aku tak pernah merasakan indahnya bermain, jangankan bermain game online seperti anak-anak pada umumnya, bermain setelah pulang sekolah saja aku sampai lupa rasanya. Semuanya terjadi karena keadaan yang memaksaku seperti ini, keadaan ayahku sebagai tulang punggung keluarga terhenti semenjak penyakit tumor menggerogoti kedua lengan ayahku, dan Ibuku yang bekerja sebagai buruh diperusahaan kerupuk hanya mendapat upah yang cukup untuk makan sehari-hari, beruntung adikku masih kecil, dan dia belum sekolah sehingga Ibu hanya mencari nafkah untuk keperluan hidup sehari-hari dan membeli obat untuk ayahku. Setiap pulang sekolah aku selalu mencari barang-barang bekas, kardus bekas, dan sebagainya, memang itulah pekerjaanku setiap hari sebagai pemulung, ya meskipun hasilnya tidak seberapa lumayan lah bisa menambah keuangan keluarga kami. Aku dan orang tuaku sudah sedikit terbantu dalam kehidupan ini, karena aku bisa bersekolah berkat beasiswa yang selalu aku raih, meskipun aku lahir dari keluarga yang kurang mampu aku tetap bangga dengan apa yang aku miliki saat ini.
Cerita itu berawal di sebuah sekolah negeri di Jakarta, dipagi yang cerah aku masih seperti hari-hari sebelumnya, aku berangkat kesekolah dan pada saat itu diberi amanah oleh pak Irfan, beliau adalah guru bahasa Indonesia di SMP ku, aku diberi amanah untuk mengikuti perlombaan tingkat kecamatan, pada saat itu aku lupa jika perlombaannya diadakan pada hari itu juga, akhirnya aku tidak mempersiapkan apa saja, bahkan aku lupa untuk membeli seragam baru agar terlihat lebih rapi ketika ikut perlombaan, dan akhirnya aku dipermalukan oleh Beni dan teman-temannya, Beni bisa dikatakan sebagai anak yang paling nakal disekolah tersebut, dia dan teman-temannya selalu membuat onar. Setelah itu Beni berkata kepadaku “ Eh anak kotor, luhuh dan bau, kamu itu mau lomba apa mau mulung sampah sih? Masa mau lomba pakaianmu seperti seragam pemulung gitu!” itulah kata-kata pedas yang terlontar dari mulut Beni.
Setelah dipermalukan habis-habisan aku hanya tertunduk malu, aku mengaku salah karena aku tidak mengemban amanah dari guruku dengan baik, akhirnya aku bergegas untuk pergi ke kantor guru dan ruang kepala sekolah, saat berada di depan pintu kantor guru, tubuhku bergetar dan jantungku berdebar kencang karena aku takut jika sampai kena marah oleh pak Irfan dan guru-guru lain, aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu kantor  “tok” “tok” ” tok”, suara pintu kantor yang aku ketuk, akhirnya pintu itu dibuka oleh Ibu Maryam, dan saya berkata “maaf bu, bisakah saya bertemu dengan pak Irfan?” kemudian sahut pak Irfan ketika mendengar ketika aku mencarinya “Ada apa gi, pagi-pagi gini udah mencari saya?” kemudian pak Irfan berjalan untuk mendatangi saya di depan pintu ruang guru, beliau bertanya “Ada masalah apa, sampai pagi-pagi gini kamu mencari saya?” dengan tubuh yang bergemetar dan ketakutan aku menjawa “Maaf pak Irfan, hari ini saya lupa kalau hari ini ada perlombaan tingkat kecamatan, dan saya belum bisa membeli seragam baru karena memang tidak ada uang lebih, sekali lagi saya minta maaf pak!” namun dengan sifat pak Irfan yang baik hati beliau memaafkan aku dan beliau juga memahami keadaan hidupku saat ini, akhirnya beliau mengajakku untuk berangkat ke kecamatan untuk mengikuti perlombaan.
Ketika sampai di kecamatan, rasa minder, rasa takut, bahkan rasa malu pun seperti mengeilingi tubuhku, ketika aku turun dari motor pak Irfan beberapa peserta lomba memperhatikanku, aku merasa seperti tidak pantas berada di tempat ini, namun dengan dorongan, motivasi dan semangat dari pak Irvan sekolah yang telah memberi amanah kepadaku, akhirnya aku membuang semua rasa negatifku, akhirnya perlombaan dimulai beberapa pertanyaan yang dilontarkan juri semua dapat aku jawab meskipun jawaban yang aku berikan kurang pasti, namun aku yakin aku pasti bisa melewati ini semua.
Seiring berjalannya waktu, dan akhirnya perlombaan selesai, dan tiba diakhir untuk memutuskan sekolah mana yang berhak menjadi juara, ketika juri membacakan skor tubuhku bergetar dengan kencang, bahkan keringatku keluar seperti orang yang habis lari mengelilingi lapangan, kemudian pak Irvan datang dan merangkul pundakku, beliau mengatakan “Ada apa gi, kenapa kamu bergetar, dan berkeringat seperti itu? Kamau capek?” lalu aku menjawab “Pak, sebelumnya saya minta maaf jika nanti sekolah kita tidak bisa mendapat juara ya pak!” kemudian pak Irfan tertawa mendengar perkataanku “ha ha ha ha, kamu itu kenapa gi? Keputusan belum diputuskan kamu sudah minder, ingat ya gi, menang kalah itu bukan urusan kita, asalkan kita mau berusaha, meskipun hari ini kita gagal pasti suatu saat nanti kita akan berhasil, bahkan kita akan mendapatkan lebih dari apa yang bisa kita dapat hari ini!” berkat perkataan Pak Irfan akhirnya saya berfikir memang semua apa yang kita lakukan pasti ada yang terbaik untuk kita.
30 menit saya dan pak Irfan menunggu pengumuman lomba, akhirnya juri membacakan hasil perlombaan “Hasil perlombaan Bahasa Indonesia se Kecamatan untuk tahun ini diraih oleh Yogi dari SMP Negeri 45 Jakarta” dengan rasa tidak percaya aku hanya diam dan berdiri terpaku ketika mendengar pengumuman juri, dalam diriku hanya ada kata-kata “aku menang? Aku menang? Aku menang?” hanya itu yang ada dalam diriku, kemudian pak Irfan menatap berdiri di depanku dan menatapku kemudian beliau berkata “Engkau hebat nak, kau tidak hanya membuat bangga bapak, engkau telah membuat bangga sekolahan kita nak!” kemudian aku berteriak kencang “Akkkkkuuuuuuuuuuuu berhasiiiiil” kemudian aku bersujud atas kemenangan yang diberikan kepadaku, lalu aku berlari keatas panggung untuk mengambil hadiah dan piala yang besar, ketika aku di atas panggung semua peserta dan guru-guru memberi tepuk tangan yang meriah. Ketika aku berada di atas panggung tiba-tiba aku teringat kepada ayahku, aku merasa seperti ada hal yang tidak baik pada ayahku, kemudian aku terdiam ketika di atas panggung bahkan ketika aku diminta untuk menyampaikan beberapa patah kata aku melamun, sampai akhirnya salah satu juri menghampiri dan memintaku untuk menyampaikan beberapa patah kata, kemudian saya berkata “terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberi kesempatan kepada saya, dan khususnya kepada sekolah SMP Negeri 45 Jakarta beserta bapak Ibu guru saya, saya bisa mendapat penghargaan ini dan bisa mengharumkan nama sekolah kita, tak lupa kemenangan ini saya persembahkan kepada ayahku tercinta semoga lekas sembuh!”, kemudian aku turun dari panggung langsung bergegas untuk menemui pak Irfan dan memintanya untuk segera mengantarkanku pulang kerumah, karena terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberi kesempatan kepada saya, dan khususnya kepada sekolah SMP Negeri 45 Jakarta beserta bapak Ibu guru saya, saya bisa mendapat penghargaan ini dan bisa mengharumkan nama sekolah kita, tak lupa kemenangan ini saya persembahkan kepada ayahku tercinta semoga lekas sembuh!”, kemudian aku turun dari panggung langsung bergegas untuk menemui pak Irfan dan memintanya untuk segera mengantarkanku pulang kerumah, karena merasakan hal yang kurang baik pada ayahku.
Ketika aku sampai di depan rumah, aku kaget melihat rumahku yang ramai banyak orang, dan saya bingung sebenarnya ada apa dirumahku, kemudian aku berlari menuju rumah, ketika sampai di dalam rumah air mataku tak bisa terbendung lagi, aku melihat ayahku telah ditutup dengan kain, aku seperti merasa tidak percaya, mengapa dibalik kebahagiaan ini ada kesedihan yang begitu dalam, aku seperti merasa gagal dalam membahagiakan ayahku dalam sisa umur yang ia miliki, aku menangis, menangis dan menangis, bahkan aku sampi melemparkan piala yang telah aku raih dalam perlombaan, sambil menangis aku berkata, “Aku tidak ingin ayah pergi sebelum aku mampu membahagiakanmu yah, ayah jangan pergi, ayah jangan tinggalkan kami yah, ayah aku ingin ayah melihat aku sukses yah, ayaaaaaaaaaaaahh”, kemudian Ibu menangkan aku, bahkan pak Irfan sampai merangkul diriku dan dia mengatakan “Ingat gi, semua manusia pasti akan mengalami hal yang sama, ayahmu telah bangga melihat kamu berhasil, ayahmu telah merasa bahagia berkat dirimu, jadi jangan pernah engkau sia-siakan perjuangan ayahmu semasa hidupnya, untuk sekarang kamu harus lebih giat membantu ibumu dan kamu harus bisa mempertahankan prestasimu, ingat meskipun ayahmu telah pergi beliau juga ingin kamu sukses dikemudian hari”.
Beberapa waktu berlalu, semenjak kepergian ayahku kehidupan keluarga kami mengalami perubahan, Ibu sekarang menjadi lebih tekun beribadah dan bekerja, aku juga lebih giat dalam belajar dan membantu orang tua ku, dan adikku, dan aku sadar bahwa di dunia ini memang tidak ada yang abadi, semua manusia pasti akan pergi dari dunia ini entah itu nanti, besok, maupun lusa, yang penting kita harus siap menerima segala konsekuensinya, dan kita harus bisa memanfaatkan sisa umur kita selagi kita masih mampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Prince Of Persia - Mystical Hourglass and Dagger Of TimePrince Of Persia - Mystical Hourglass and Dagger Of TimeBatman Begins BackgroundBatman Begins Background